Context of Istanbul

Istanbul (bahasa Turki: İstanbul [isˈtanbuɫ] ), sebelumnya dikenal sebagai Konstantinopel (Yunani: Κωνσταντινούπολις; bahasa Latin: Konstantinopolis), adalah sebuah kota terbesar di Turki, berfungsi sebagai pusat ekonomi, budaya, dan sejarah negara. Kota ini dikelilingi oleh selat Bosporus, terletak di antara benua Eropa dan Asia, dan memiliki populasi lebih dari 15 juta penduduk, atau setara dengan 19% populasi Turki. Istanbul adalah salah satu kota terpadat di Eropa, sekaligus menjadi kota terbesar ke-15 di dunia.

Kota ini awalnya didirikan sebagai pusat ibu kota Bizantium (Yunani: Βυζάντιον, Byzantion) pada abad ke-7 oleh pemukim Yunani dari Megara. Lalu pada...Selengkapnya

Istanbul (bahasa Turki: İstanbul [isˈtanbuɫ] ), sebelumnya dikenal sebagai Konstantinopel (Yunani: Κωνσταντινούπολις; bahasa Latin: Konstantinopolis), adalah sebuah kota terbesar di Turki, berfungsi sebagai pusat ekonomi, budaya, dan sejarah negara. Kota ini dikelilingi oleh selat Bosporus, terletak di antara benua Eropa dan Asia, dan memiliki populasi lebih dari 15 juta penduduk, atau setara dengan 19% populasi Turki. Istanbul adalah salah satu kota terpadat di Eropa, sekaligus menjadi kota terbesar ke-15 di dunia.

Kota ini awalnya didirikan sebagai pusat ibu kota Bizantium (Yunani: Βυζάντιον, Byzantion) pada abad ke-7 oleh pemukim Yunani dari Megara. Lalu pada tahun 330, Kaisar Bizantium–Konstantinus Agung–menjadikan kota ini sebagai ibu kota kekaisarannya, awalnya kota ini dinamai sebagai Roma Baru (Yunani: Νέα Ῥώμη, Nea Rhomē; bahasa Latin: Nova Roma) dan kemudian diganti menjadi Konstantinopel untuk mengenang pendiri Bizantium. Kota ini lalu berkembang menjadi tempat keberadaan mercusuar di Jalur Sutra, sekaligus sebagai salah satu kota terpenting dalam sejarah.

Kota ini berfungsi sebagai ibu kota kekaisaran selama hampir 1600 tahun: selama periode Bizantium awal (330–1204), Latin (1204–1261), Bizantium akhir (1261–1453), dan Kesultanan Ottoman (1453–1922). Kota ini memainkan peran kunci dalam kemajuan agama Kristen selama era Bizantium, sebelum berpindah tangan ke Islam setelah Penaklukan Konstantinopel pada tahun 1453–terutama setelah menjadi pusat Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1517. Pada tahun 1923, setelah Perang Kemerdekaan Turki, Ankara menggantikan kota ini sebagai ibu kota Republik Turki yang baru dibentuk. Kemudian pada tahun 1930, nama kota ini secara resmi diubah menjadi Istanbul, dari yang sebelumnya bernama Konstantinopel.

Lebih dari 13,4 juta pengunjung asing datang ke Istanbul pada tahun 2018, delapan tahun setelah dinobatkan sebagai Ibu kota Kebudayaan Eropa, menjadikannya kota kedelapan yang paling banyak dikunjungi di dunia. Istanbul adalah rumah bagi beberapa Situs Warisan Dunia UNESCO, dan menjadi lokasi kantor pusat banyak perusahaan Turki, menyumbang lebih dari tiga puluh persen perekonomian negara.

More about Istanbul

Basic information
  • Native name İstanbul
Population, Area & Driving side
  • Population 14804116
  • Area 5343
Riwayat
  •  Sisa-sisa sebuah kolom (tiang) Bizantium yang ditemukan di akropolis Bizantium, terletak di dalam kompleks Istana Topkapı.

    Artefak-artefak Neolitikum yang ditemukan oleh para arkeolog pada awal abad ke-21 menunjukkan bahwa semenanjung bersejarah Istanbul telah dihuni setidaknya sejak milenium ke-7 SM.[1] Permukiman awal ini, yang dipandang penting dalam penyebaran saat Revolusi Neolitik dari Timur Dekat ke Eropa, berlangsung selama hampir satu milenium sebelum dibanjiri oleh naiknya permukaan air.[2][3][4][5] Permukiman manusia yang pertama di sisi Asia, yakni gundukan Fikirtepe, berasal dari periode Zaman tembaga yang artefak-artefaknya bertarikh 5500–3500 SM.[6] Di sisi Eropa, dekat ujung semenanjung tersebut (Sarayburnu), terdapat suatu permukiman Thrakia selama awal milenium ke-1 SM. Para penulis modern menghubungkannya dengan toponim Thrakia Lygos,[7] yang disebutkan oleh Plinius yang Tua sebagai sebuah nama awal untuk situs Bizantium.[8]

    ...Selengkapnya
     Sisa-sisa sebuah kolom (tiang) Bizantium yang ditemukan di akropolis Bizantium, terletak di dalam kompleks Istana Topkapı.

    Artefak-artefak Neolitikum yang ditemukan oleh para arkeolog pada awal abad ke-21 menunjukkan bahwa semenanjung bersejarah Istanbul telah dihuni setidaknya sejak milenium ke-7 SM.[1] Permukiman awal ini, yang dipandang penting dalam penyebaran saat Revolusi Neolitik dari Timur Dekat ke Eropa, berlangsung selama hampir satu milenium sebelum dibanjiri oleh naiknya permukaan air.[2][3][4][5] Permukiman manusia yang pertama di sisi Asia, yakni gundukan Fikirtepe, berasal dari periode Zaman tembaga yang artefak-artefaknya bertarikh 5500–3500 SM.[6] Di sisi Eropa, dekat ujung semenanjung tersebut (Sarayburnu), terdapat suatu permukiman Thrakia selama awal milenium ke-1 SM. Para penulis modern menghubungkannya dengan toponim Thrakia Lygos,[7] yang disebutkan oleh Plinius yang Tua sebagai sebuah nama awal untuk situs Bizantium.[8]

    Sejarah kota ini secara tepat dimulai sekitar tahun 660 SM,[9][a] yaitu ketika para pemukim Yunani dari Megara mendirikan Bizantium di sisi Eropa dari Selat Bosporus. Para pemukim itu membangun sebuah akropolis yang berdekatan dengan Tanduk Emas di situs permukiman Thrakia awal mula, sehingga mendorong perekonomian kota yang baru lahir ini.[15] Kota itu mengalami masa singkat pemerintahan Persia pada pergantian abad ke-5 SM, tetapi bangsa Yunani merebutnya kembali selama Perang Yunani-Persia.[16] Bizantium kemudian berlanjut sebagai bagian dari Liga Athena dan penerusnya, Kekaisaran Athena Kedua, sebelum memperoleh kemerdekaan pada tahun 355 SM.[17] Karena telah lama menjalin aliansi dengan bangsa Romawi, Bizantium secara resmi menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi pada tahun 73 M.[18] Keputusan Bizantium untuk memihak Pescennius Niger, seorang perampas kuasa Romawi, untuk melawan Kaisar Septimius Severus membuatnya harus membayar mahal harganya; saat Bizantium menyerah pada tahun 195 M, pengepungan selama dua tahun telah meninggalkan kota itu dalam keadaan hancur.[19] Lima tahun kemudian Severus mulai membangun Bizantium lagi, dan kota itu memperoleh kembali—serta, menurut beberapa catatan, melampaui—kemakmuran yang sebelumnya.[20]

    Kebangkitan dan kejatuhan Konstantinopel  Peta Konstantinopel tertua yang masih terlestarikan; karya Cristoforo Buondelmonti pada tahun 1422.

    Konstantinus Agung efektif menjadi kaisar dari keseluruhan Kekaisaran Romawi pada bulan September 324.[21] Dua bulan kemudian ia mengemukakan rencana pendirian suatu kota Kristen yang baru untuk menggantikan Bizantium. Sebagai ibukota bagian timur kekaisaran, kota tersebut diberi nama Nea Roma; kebanyakan menyebutnya Konstantinopel, suatu nama yang tetap digunakan sampai dengan abad ke-20.[22] Pada tanggal 11 Mei 330, Konstantinopel dinyatakan sebagai ibukota dari suatu kekaisaran yang kemudian dikenal sebagai Kekaisaran Bizantium atau Kekaisaran Romawi Timur.[23]

    Pendirian Konstantinopel merupakan salah satu prestasi Konstantinus yang paling bertahan lama, yang mengalihkan kekuasaan Romawi ke sebelah timur karena kota tersebut menjadi suatu pusat Kekristenan dan kebudayaan Yunani.[23][24] Sejumlah besar bangunan gereja dibangun di seluruh kota, termasuk Hagia Sophia yang dibangun pada masa pemerintahan Yustinianus Agung dan menjadi katedral terbesar di dunia sampai dengan seribu tahun berikutnya.[25] Konstantinus juga melakukan perluasan dan renovasi besar atas Hipodrom Konstantinopel; dengan daya tampung puluhan ribu penonton, hipodrom tersebut menjadi pusat kehidupan masyarakat dan pada abad ke-5 juga abad ke-6 menjadi pusat berbagai peristiwa kerusuhan, misalnya Kerusuhan Nika.[26][27] Lokasi Konstantinopel juga memastikan keberadaannya yang mampu bertahan terhadap ujian waktu; dalam kurun waktu berabad-abad, daerah tepi laut dan temboknya melindungi Eropa terhadap para pasukan penyerang dari timur dan perkembangan Islam.[24] Selama hampir sepanjang Abad Pertengahan, yakni bagian terakhir era Bizantium, Konstantinopel merupakan kota terbesar dan terkaya di benua Eropa dan adakalanya yang terbesar di dunia.[28][29]

    Konstantinopel mulai mengalami penurunan terus-menerus setelah akhir masa pemerintahan Basileios II pada tahun 1025. Pukulan terakhir dialami melalui penaklukan oleh Guillaume dari Villehardouin dan Enrico Dandolo pada tahun 1204 selama Perang Salib Keempat, di mana kota tersebut dirampok dan dijarah.[30] Kota tersebut selanjutnya menjadi pusat Kekaisaran Latin, ciptaan para tentara salib Katolik untuk menggantikan Kekaisaran Bizantium Ortodoks.[31] Agia Sophia diubah menjadi sebuah gereja Katolik pada tahun 1204. Konstantinopel direbut kembali pada tahun 1261 dan Kekaisaran Bizantium pulih sekalipun melemah.[32] Berbagai infrastruktur layanan dasar, pertahanan, dan bangunan gereja berada dalam keadaan rusak,[33] dan populasinya telah berkurang menjadi seratus ribu dari lima ratus ribu penduduk selama abad ke-8.[b] Setelah penaklukan kembali pada tahun 1261 itu, beberapa monumen kota dipulihkan, termasuk pembuatan 2 mosaik Deisis di Aghia Sofia dan Kariye.

    Berbagai kebijakan militer dan ekonomi yang diterapkan oleh Andronikos II, misalnya pengurangan kekuatan militer, melemahkan kekaisaran tersebut dan membuatnya rentan terhadap serangan.[34] Pada pertengahan abad ke-14, bangsa Turki Utsmaniyah memulai suatu strategi dengan secara bertahap menguasai kota-kota yang lebih kecil, memutus jalur-jalur perbekalan dan secara perlahan membuatnya terdesak.[35] Pada tanggal 29 Mei 1453, setelah pengepungan selama 8 minggu (di mana saat itu kaisar Romawi yang terakhir, Konstantinus XI, terbunuh), Sultan Mehmed II "sang Penakluk" merebut Konstantinopel dan menyatakannya sebagai ibukota baru Kesultanan Utsmaniyah atau Kekaisaran Ottoman. Beberapa jam kemudian sang sultan pergi ke Hagia Sophia dan memanggil seorang imam untuk menyatakan Syahadat Islam, serta mengubah katedral megah tersebut menjadi sebuah masjid kekaisaran karena penolakan kota itu untuk menyerah secara damai.[36] Mehmed menyatakan dirinya sebagai "Kaysar-i Rûm" yang baru (bahasa Turki Utsmaniyah yang berarti Kaisar Roma) dan negara Ottoman direorganisasi menjadi suatu kekaisaran.[37]

    Era Utsmaniyah dan Turki
     
     
     
    Tiga lukisan Istanbul pada era Utsmaniyah, karya Ivan Aivazovsky.

    Setelah penaklukan Konstantinopel, Mehmed II segera melakukan pengaturan untuk merevitalisasi kota tersebut, yang sejak saat itu juga dikenal sebagai Istanbul. Ia mendorong kembalinya mereka yang telah melarikan diri dari kota selama pengepungan, memukimkan kembali kaum Muslim, Yahudi, dan Kristen dari bagian lain Anatolia. Sang sultan mengundang orang dari seluruh Eropa ke ibukotanya, membentuk suatu masyarakat kosmopolitan yang bertahan hingga sebagian besar periode Utsmaniyah.[38] Mehmed II memperbaiki infrastruktur kota yang rusak, mulai membangun Grand Bazaar dan Istana Topkapı yang menjadi kediaman resmi sang sultan.[39] Dengan pemindahan ibukota dari Edirne (dulunya Adrianopel) ke Konstantinopel, negara barunya dinyatakan sebagai penerus dan kelanjutan dari Kekaisaran Romawi.[40]

     Sebuah lukisan Istanbul pada era Utsmaniyah, karya Thomas Allom.

    Dinasti Utsmaniyah dengan cepat mentransformasi kota tersebut dari sebuah kubu pertahanan Kekristenan menjadi suatu simbol budaya Islam. Berbagai yayasan keagamaan didirikan untuk mendanai konstruksi masjid-masjid kekaisaran yang penuh ornamen, yang sering kali disatukan dengan sekolah, rumah sakit, dan pemandian umum.[39] Dinasti Utsmaniyah mengklaim status kekhalifahan pada tahun 1517 dan Istanbul tetap menjadi ibukota kekhalifahan terakhir ini selama empat abad berikutnya.[41] Masa pemerintahan Suleiman yang Luar Biasa dari tahun 1520 sampai 1566 merupakan suatu periode yang secara khusus memiliki prestasi arsitektural dan seni yang sangat besar; Mimar Sinan sebagai kepala arsitek merancang beberapa bangunan ikonik di kota tersebut seiring dengan perkembangan seni miniatur, kaligrafi, kaca patri, dan keramik Utsmaniyah.[42] Populasi Istanbul mencapai 570.000 penduduk pada akhir abad ke-18.[43]

    Suatu periode pemberontakan pada awal abad ke-19 menyebabkan bangkitnya Sultan Mahmud II yang progresif dan akhirnya sampai pada periode Tanzimat, yang menghasilkan berbagai reformasi politik dan memungkinkan masuknya teknologi baru ke kota tersebut.[44] Jembatan-jembatan yang melintasi Tanduk Emas dibangun selama periode ini,[45] dan Istanbul terhubung dengan seluruh jaringan kereta api Eropa pada tahun 1880-an.[46] Fasilitas-fasilitas modern seperti jaringan persediaan air, listrik, telepon, dan trem, secara bertahap diperkenalkan ke Istanbul selama beberapa dekade berikutnya, kendati baru belakangan dibandingkan dengan kota-kota Eropa lainnya.[47] Upaya-upaya modernisasi ini tidak mampu mencegah terjadinya kemunduran Kesultanan Utsmaniyah.

    Pada awal abad ke-20, Revolusi Turki Muda menyebabkan Sultan Abdul Hamid II turun takhta dan serangkaian peperangan melanda ibukota kesultanan yang sedang bermasalah itu.[48] Akhir dari semuanya ini, yakni Perang Dunia I, mengakibatkan terjadinya pendudukan Konstantinopel oleh bangsa Italia, Prancis, dan Britania. Populasi bangsa Armenia di kota tersebut juga terkena dampak oleh adanya deportasi kaum intelektual Armenia pada 24 April 1915, di mana para pemimpin masyarakat Armenia ditangkap dan sebagian besar dibunuh sebagai bagian dari peristiwa Genosida Armenia. Untuk memperingati para korban Genosida Armenia, tanggal 24 April kini menjadi hari peringatannya.[49] Sultan Utsmaniyah yang terakhir, yaitu Mehmed VI, diasingkan pada bulan November 1922; pada tahun berikutnya, pendudukan atas Konstantinopel berakhir dengan penandatanganan Perjanjian Lausanne dan pengakuan terhadap Republik Turki yang dideklarasikan oleh Mustafa Kemal Atatürk.[50]

    Pada tahun-tahun awal Republik Turki, Istanbul dikesampingkan demi keberpihakan terhadap Ankara yang terpilih sebagai ibukota republik untuk menjauhkan negara sekuler yang baru ini dari sejarah Utsmaniyah.[51] Sejak akhir tahun 1940-an dan awal tahun 1950-an, Istanbul mengalami perubahan struktural yang sangat besar; berbagai jalan pepohonan, bulevar, dan ruang terbuka publik yang baru dibangun di seluruh kota, terkadang dengan mengorbankan bangunan-bangunan bersejarah.[52] Populasi Istanbul mulai meningkat pesat pada tahun 1970-an karena kedatangan imigran dari Anatolia untuk mencari pekerjaan di banyak pabrik baru yang dibangun di pinggiran kota metropolitan yang luas ini. Kenaikan populasi kota secara tajam dan tiba-tiba menyebabkan banyaknya kebutuhan akan perumahan; banyak hutan dan desa terpencil yang kemudian berubah dan menyatu ke dalam wilayah metropolitan Istanbul.[53]

     
    Suatu panorama Istanbul dari era Utsmaniyah. (Gambar dengan catatan)
    ^ Rainsford, Sarah (10 January 2009). "Istanbul's ancient past unearthed". BBC. Diakses tanggal 21 April 2010.  ^ Algan, O.; Yalçın, M. N. K.; Özdoğan, M.; Yılmaz, Y. C.; Sarı, E.; Kırcı-Elmas, E.; Yılmaz, İ.; Bulkan, Ö.; Ongan, D.; Gazioğlu, C.; Nazik, A.; Polat, M. A.; Meriç, E. (2011). "Holocene coastal change in the ancient harbor of Yenikapı–İstanbul and its impact on cultural history". Quaternary Research. 76: 30. doi:10.1016/j.yqres.2011.04.002.  ^ BBC: "Istanbul's ancient past unearthed" Published on 10 January 2007. Retrieved on 3 March 2010. ^ "Bu keşif tarihi değiştirir". hurriyet.com.tr.  ^ "Marmaray kazılarında tarih gün ışığına çıktı". fotogaleri.hurriyet.com.tr.  ^ "Cultural Details of Istanbul". Republic of Turkey, Minister of Culture and Tourism. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-12. Diakses tanggal 2 October 2007.  ^ Janin, Raymond (1964). Constantinople byzantine. Paris: Institut Français d'Études Byzantines. hlm. 10f.  ^ "Pliny the Elder, book IV, chapter XI:
    "On leaving the Dardanelles we come to the Bay of Casthenes, ... and the promontory of the Golden Horn, on which is the town of Byzantium, a free state, formerly called Lygos; it is 711 miles from Durazzo, ..."". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-01-01. Diakses tanggal 2016-01-14. 
    ^ Bloom & Blair 2009, hlm. 1 ^ Herodotos Sejarah 4.144, diterjemahkan dalam De Sélincourt 2003, hlm. 288 ^ a b Isaac 1986, hlm. 199 ^ Roebuck 1959, hlm. 119, juga disebutkan dalam Isaac 1986, hlm. 199 ^ Lister 1979, hlm. 35 ^ Freely 1996, hlm. 10 ^ Çelik 1993, hlm. 11 ^ De Souza 2003, hlm. 88 ^ Freely 1996, hlm. 20 ^ Freely 1996, hlm. 22 ^ Grant 1996, hlm. 8–10 ^ Limberis 1994, hlm. 11–2 ^ Barnes 1981, hlm. 77 ^ Barnes 1981, hlm. 212 ^ a b Barnes 1981, hlm. 222 ^ a b Gregory 2010, hlm. 63 ^ Klimczuk & Warner 2009, hlm. 171 ^ Dash, Mike (2 March 2012). "Blue Versus Green: Rocking the Byzantine Empire". Smithsonian Magazine. The Smithsonian Institution. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-08-05. Diakses tanggal 30 July 2012.  ^ Dahmus 1995, hlm. 117 ^ Cantor 1994, hlm. 226 ^ Morris 2010, hlm. 109–18 ^ Gregory 2010, hlm. 324–9 ^ Gregory 2010, hlm. 330–3 ^ Gregory 2010, hlm. 340 ^ Gregory 2010, hlm. 341–2 ^ Reinert 2002, hlm. 258–60 ^ Baynes 1949, hlm. 47 ^ Gregory 2010, hlm. 394–9 ^ Béhar 1999, hlm. 38; Bideleux & Jeffries 1998, hlm. 71. ^ Holt, Lambton & Lewis 1977, hlm. 306–7 ^ a b Holt, Lambton & Lewis 1977, hlm. 307 ^ Tarasov & Milner-Gulland 2004, hlm. 121; El-Cheikh 2004, hlm. 22. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama maag1145 ^ Holt, Lambton & Lewis 1977, hlm. 735–6 ^ Chandler, Tertius; Fox, Gerald (1974). "3000 Years of Urban Growth". London: Academic Press. ISBN 978-0-12-785109-9.  ^ Shaw & Shaw 1977, hlm. 4–6, 55 ^ Çelik 1993, hlm. 87–9 ^ Harter 2005, hlm. 251 ^ Shaw & Shaw 1977, hlm. 230, 287, 306 ^ Çelik 1993, hlm. 31 ^ Freedman, Jeri (2009). The Armenian genocide (edisi ke-1st). New York: Rosen Pub. Group. hlm. 21–2. ISBN 1404218254.  ^ Landau 1984, hlm. 50 ^ Dumper & Stanley 2007, hlm. 39 ^ Keyder 1999, hlm. 11–2, 34–6 ^ Efe & Cürebal 2011, hlm. 718–9


    Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan

    Read less

Phrasebook

Halo
Merhaba
Dunia
Dünya
Halo Dunia
Selam Dünya
Terima kasih
Teşekkürler
Selamat tinggal
Güle güle
Ya
Evet
Tidak
Numara
Apa kabar?
Nasılsınız?
Baik terimakasih
İyiyim teşekkürler
Berapa harganya?
Ne kadar?
Nol
Sıfır
Satu
Bir

Where can you sleep near Istanbul ?

Booking.com
489.444 visits in total, 9.196 Points of interest, 404 Destinations, 82 visits today.