تدمر

( Tadmur )

Tadmur (bahasa Tadmur: 𐡶𐡣𐡬𐡥𐡴 () Tadmor; bahasa Arab: تَدْمُر, Tadmur; bahasa Yunani: Παλμύρα, Palmira) adalah kota kuno bangsa Semit di daerah yang sekarang menjadi wilayah Kegubernuran Ḥumṣ, Suriah. Temuan-temuan arkeologi di Tadmur diperkirakan berasal dari Zaman Batu Muda, dan keberadaan kota Tadmur pertama kali tercatat pada awal milenium ke-2 pra-Masehi. Tadmur silih berganti dijajah beberapa kekaisaran sebelum menjadi jajahan Kekaisaran Romawi pada abad pertama Masehi.

Sumber kemakmuran kota Tadmur adalah kafilah-kafilah dagang. Warga Tadmur terkenal sebagai saudagar-saudagar yang mendirikan koloni-koloni di sepanjang Jalur Sutra, dan berdagang di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi. Kemakmuran Tadmur tampak jelas pada bangunan-bangunan megah seperti Kolonade Besar, Kuil Dewa Bel, dan gedung-gedung makam yang menjulang tinggi laksana menar...Selengkapnya

Tadmur (bahasa Tadmur: 𐡶𐡣𐡬𐡥𐡴 () Tadmor; bahasa Arab: تَدْمُر, Tadmur; bahasa Yunani: Παλμύρα, Palmira) adalah kota kuno bangsa Semit di daerah yang sekarang menjadi wilayah Kegubernuran Ḥumṣ, Suriah. Temuan-temuan arkeologi di Tadmur diperkirakan berasal dari Zaman Batu Muda, dan keberadaan kota Tadmur pertama kali tercatat pada awal milenium ke-2 pra-Masehi. Tadmur silih berganti dijajah beberapa kekaisaran sebelum menjadi jajahan Kekaisaran Romawi pada abad pertama Masehi.

Sumber kemakmuran kota Tadmur adalah kafilah-kafilah dagang. Warga Tadmur terkenal sebagai saudagar-saudagar yang mendirikan koloni-koloni di sepanjang Jalur Sutra, dan berdagang di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi. Kemakmuran Tadmur tampak jelas pada bangunan-bangunan megah seperti Kolonade Besar, Kuil Dewa Bel, dan gedung-gedung makam yang menjulang tinggi laksana menara. Kesukubangsaan warga Tadmur adalah perpaduan anasir-anasir Amori, Aram, dan Arab. Struktur kemasyarakatannya bersifat kesukuan, dan warganya bertutur dalam bahasa Tadmur (salah satu dialek bahasa Aram), tetapi menggunakan bahasa Yunani dalam urusan dagang dan diplomasi. Kebudayaan Yunani-Romawi mempengaruhi kebudayaan Tadmur, sehingga menghasilkan karya-karya seni dan arsitektur yang menampakkan perpaduan tradisi-tradisi Dunia Timur dan Dunia Barat. Warga Tadmur menyembah dewa-dewi Semit lokal, dewa-dewi Mesopotamia, maupun dewa-dewi Arab.

Pada abad ke-3 Masehi, Tadmur sudah berkembang menjadi kota yang makmur, dan disegani sebagai pusat kekuasaan daerah setempat. Kekuasaannya memuncak pada era 260-an Masehi, setelah Odainat (bahasa Latin: Odaenathus), Raja Tadmur, berhasil mengalahkan Syapur Agung, Kaisar Persia. Raja Odainat digantikan oleh Ratu Pemangku Batzabai (bahasa Latin: Zenobia), yang memberontak melawan Kekaisaran Romawi dan mendirikan Kekaisaran Tadmur. Kota Tadmur dihancurkan Kaisar Aurelianus pada tahun 273, tetapi dibangun kembali Kaisar Diocletianus, meskipun tidak sebesar sediakala. Warga Tadmur memeluk agama Kristen pada abad ke-4 Masehi, tetapi beralih ke agama Islam setelah ditaklukkan Khulafaur Rasyidin pada abad ke-7 Masehi. Sesudah Tadmur dikuasai kaum Muslim, bahasa Tadmur dan bahasa Yunani pun tergeser oleh bahasa Arab.

Sebelum tahun 273 Masehi, Tadmur merupakan daerah swatantra dalam wilayah Provinsi Suriah. Tata pemerintahannya dipengaruhi tata pemerintahan negara kota Yunani pada abad pertama dan abad ke-2 Masehi. Pada abad ke-3 Masehi, kota Tadmur menjadi koloni Romawi, dan tata pemerintahannya diperkaya dengan lembaga-lembaga pemerintahan khas Romawi. Meskipun demikian, Tadmur berubah menjadi negara monarki pada tahun 260 Masehi. Setelah dihancurkan pada tahun 273 Masehi, Tadmur menjadi kota yang tidak begitu penting dalam wilayah Kekaisaran Romawi Timur maupun kekaisaran-kekaisaran yang kemudian hari menjajahnya. Setelah diserang Kekaisaran Wangsa Timur pada tahun 1400, Tadmur menyusut menjadi sebuah desa kecil. Pada tahun 1932, pemerintah Mandat Prancis merelokasi warga Tadmur ke desa baru yang juga diberi nama Tadmur, sehingga kegiatan ekskavasi dapat dilakukan di situs Tadmur kuno. Pada tahun 2015, di tengah Perang Saudara Suriah, sebagian besar situs ini dihancurkan Negara Islam Irak dan Syam. Situs Tadmur kuno direbut kembali Angkatan Darat Suriah pada tanggal 2 Maret 2017.

 Mata air Efqa, mengering pada tahun 1994 [1]

Situs purbakala di Tadmur menyimpan bukti-bukti keberadaan sebuah permukiman Zaman Batu Muda di dekat mata air Efqa.[2] Perkakas-perkakas batu yang ditemukan di situs ini diperkirakan berasal dari tahun 7500 pra-Masehi.[3] Pemeriksaan stratigrafi tel di bawah Kuil Dewa Bel menyingkap keberadaan sebuah bangunan bata-lumpur yang didirikan sekitar tahun 2500 pra-Masehi, berikut bangunan-bangunan lain yang didirikan pada Zaman Perunggu Pertengahan dan Zaman Besi.[4]

Zaman bahari

Nama kota Tadmur memasuki catatan sejarah pada Zaman Perunggu, yakni sekitar tahun 2000 pra-Masehi, ketika Puzur-Isytar orang Tadmur menyepakati sebuah perjanjian di koloni dagang Asyur di Kültepe.[3] Nama kota Tadmur kemudian hari tercatat pula dalam lauh-lauh lempung Mari sebagai salah satu persinggahan kafilah-kafilah dagang maupun suku-suku pengembara, misalnya orang Sute,[5] dan ditaklukkan bersama-sama daerah sekitarnya oleh Yahdun-Lim, Raja Mari.[6] Raja Asyur, Syamsi Adad I, melewati daerah tersebut dalam perjalanannya menuju Laut Tengah pada awal abad ke-18 pra-Masehi.[7] Ketika itu, Tadmur merupakan kota di pelosok timur wilayah Kerajaan Qatna[8] yang diserang orang Sute, suku bangsa yang melumpuhkan lalu lintas perdagangan di jalur-jalur dagang.[9] Nama kota Tadmur kembali muncul dalam sebuah lauh dari abad ke-13 pra-Masehi yang ditemukan di Emar. Lauh ini mengabadikan nama dua "orang Tadmur" selaku saksi.[5] Pada awal abad ke-11 pra-Masehi, Raja Asyur, Tiglat-Pileser I, mencatat kemenangannya atas "orang-orang Aram" asal "Tadmar".[5] Ia menyebut Tadmur sebagai bagian dari negeri Amurru.[10] Tadmur adalah kota di perbatasan wilayah Kerajaan Aram-Damsyik yang ditaklukkan Kekaisaran Asyur Baru pada tahun 732 pra-Masehi.[11]

Alkitab Ibrani (2 Tawarikh 8:4) mengabadikan nama "Tadmor", sebuah kota di padang gurun yang diperkuat (dibentengi) Salomo, Raja Israel.[12] Dalam jilid ke-8 karya tulisnya, Antiquitates Iudaicae, sejarawan Flavius Iosephus menyebutkan bahwa kota "Palmira" (nama Yunani kota Tadmur) dibangun Salomo.[13] Tradisi-tradisi Arab kemudian hari menyebutkan bahwa kota Tadmur dibangun abdi Salomo dari bangsa jin.[14] Pengait-ngaitan kota Tadmur dengan Salomo muncul akibat pencampuradukan "Tadmor" dengan "Tamar", yakni kota yang dibangun Salomo di Yudea (1 Raja–Raja 9:18).[15] Uraian Alkitab tentang "Tadmor" dan bangunan-bangunannya tidak selaras dengan temuan-temuan arkeologi di Tadmur, yang merupakan sebuah permukiman kecil pada masa pemerintahan Salomo (abad ke-10 pra-Masehi).[15]

Zaman Helenistik dan zaman penjajahan Romawi  Prasasti yang memuat nama Raja Epifanes

Pada zaman Helenistik, Tadmur adalah sebuah permukiman makmur yang tunduk di bawah pemerintahan raja-raja wangsa Seleukos (antara tahun 312 sampai tahun 64 pra-Masehi).[15][16] Bukti-bukti urbanisasi Tadmur pada zaman Helenistik sangat sedikit jumlahnya. Salah satu bukti penting adalah Prasasti Lagman II yang ditemukan di Provinsi Lagman, Afganistan. Prasasti ini dibuat sekitar tahun 250 pra-Masehi atas perintah Kaisar India, Asoka. Meskipun terjemahannya masih diperdebatkan, semitolog André Dupont-Sommer berpendapat bahwa prasasti ini mengabadikan keterangan tentang jarak tempuh dari Lagman ke "Tdmr" (Tadmur).[keterangan 1][18] Pada tahun 217 pra-Masehi, sepasukan laskar Tadmur di bawah pimpinan Zabdibel bergabung dengan angkatan bersenjata Raja Antiokos Agung dalam Pertempuran Rafia yang berakhir dengan kekalahan Kerajaan Wangsa Seleukos di tangan Kerajaan Wangsa Ptolemaios.[23] Pada pertengahan zaman Helenistik, Tadmur, yang sebelumnya terletak di kawasan tepi selatan wadi Alqubur, mengalami pemekaran sampai ke kawasan tepi utara wadi tersebut.[24] Pada akhir abad ke-2 pra-Masehi, makam-makam menara di kawasan Lembah Makam serta kuil-kuil kota Tadmur (teristimewa Kuil Dewa Baal Syamin, Kuil Dewi Allat, dan kuil-kuil Helenistik) mulai dibangun.[25][23][15] Sisa-sisa sebuah prasasti berbahasa Yunani dari masa pembangunan Kuil Dewa Bel menyebut-nyebut seorang raja bergelar Epifanes, yakni gelar yang disandang raja-raja wangsa Seleukos.[keterangan 2][27]

Pada tahun 64 pra-Masehi, Kerajaan Wangsa Seleukos ditaklukkan Republik Romawi, dan dijadikan Provinsi Suriah oleh Panglima Romawi, Pompeius.[23] Tadmur dibiarkan merdeka,[23] tetap berdagang dengan Republik Romawi maupun Kekaisaran Partia, tetapi tidak menjadi bagian dari kedua-duanya.[28] Prasasti tertua yang ditemukan di Tadmur diperkirakan dibuat sekitar tahun 44 pra-Masehi,[29] ketika Tadmur masih berupa sebuah masyakhah (negara yang dikepalai seorang syekh), tempat kafilah-kafilah dagang mengambil bekal air jika kebetulan melewatinya.[30] Meskipun demikian, menurut keterangan Apianos, Tadmur adalah kota yang cukup makmur, sehingga Marcus Antonius merasa perlu mengerahkan pasukan untuk menaklukkannya pada tahun 41 pra-Masehi.[28] Warga Tadmur mengungsi ke wilayah Partia di kawasan tepi timur Sungai Efrat,[28] tempat mereka dapat mempertahankan diri.[29]

Daerah swatantra Tadmur  Cella Kuil Dewa Bel (dihancurkan pada tahun 2015) Teater Tadmur (dirusak pada tahun 2017) Gapura lengkung raksasa di ruas timur Kolonade Besar (dihancurkan pada tahun 2015)

Tadmur menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi setelah ditaklukkan dan membayar upeti pada awal masa pemerintahan Kaisar Tiberius, yakni sekitar tahun 14 Masehi. [keterangan 3][23][32] Pemerintah Kekaisaran Romawi menetapkan garis-garis batas Daerah Tadmur,[33] dan menjadikannya bagian dari wilayah Provinsi Suriah.[31] Plinius Tua menyebutkan bahwa Daerah Tadmur berbatasan langsung dengan Daerah Emesa.[34] Sebuah tapal penanda batas barat daya Daerah Tadmur ditemukan pada tahun 1936 oleh Daniel Schlumberger di Qasrul Hairul Gharbi, dan diperkirakan berasal dari masa pemerintahan Kaisar Hadrianus atau sesudahnya. Tapal ini menandai batas antara Daerah Tadmur dan Daerah Emesa.[keterangan 4][36][37] Garis perbatasan ini mungkin sekali memanjang ke utara sampai Khirbatul Bilas di Jabal Bilas, tempat ditemukannya tapal lain yang dipancangkan Wali Negeri Romawi, Silanus. Tapal tersebut berjarak 75 kilometer (47 mil) dari barat laut Tadmur, dan mungkin menandai perbatasan antara Daerah Tadmur dan Daerah Epifania.[38][33] Garis batas selatan Daerah Tadmur memanjang sampai ke daerah Lembah Sungai Efrat.[37] Di dalam Daerah Tadmur terdapat banyak desa yang tunduk kepada pemerintah ibu kota daerah,[39] termasuk permukiman-permukiman besar seperti Al Qaryatain.[40] Pada zaman Kekaisaran Romawi, kota Tadmur menjadi sangat makmur, dan mendapatkan status swapraja dalam wilayah Kekaisaran Romawi, sehingga berwenang menangani sendiri urusan-urusan dalam negerinya.[23] Kepala pemerintahan swapraja Tadmur adalah sebuah badan musyawarah,[41] dan banyak lembaga pemerintahan Tadmur yang dibentuk mengikuti lembaga-lembaga pemerintahan negara kota Yunani (polis).[keterangan 5][42]

Peninggalan tertulis paling tua di Tadmur yang menyinggung keberadaan bangsa Romawi di kota itu diperkirakan berasal dari tahun 18 Masehi, yakni tahun ketika Panglima Romawi, Germanicus, berusaha menjalin persahabatan dengan Partia. Germanicus mengutus seorang tokoh Tadmur bernama Aleksandros ke Mesene, kerajaan bawahan Partia.[keterangan 6][45] Peninggalan tertulis berikutnya mencatat kedatangan Legio X Fretensis (Legiun X, Laskar dari Selat) pada tahun 19 Masehi.[keterangan 7][46] Pejabat Romawi di Tadmur sangat sedikit jumlahnya pada abad pertama Masehi, meskipun para pemungut cukai Romawi bertempat tinggal di Tadmur,[47] dan sebuah jalan yang menghubungkan Tadmur dengan Sura dibangun pada tahun 75.[keterangan 8][48] Kekaisaran Romawi memanfaatkan tenaga warga Tadmur sebagai prajurit,[49] tetapi (tidak seperti lazimnya kota-kota Romawi) tidak ada peninggalan tertulis yang mencatat keberadaan magistratus (pejabat yang dipilih rakyat) maupun praefectus (pejabat yang diangkat pemerintah) di kota Tadmur.[48] Pembangunan intensif berlangsung di Tadmur pada abad pertama Masehi, termasuk pembangunan tembok pertahanan yang pertama,[50] dan pembangunan Kuil Dewa Bel (rampung dan diresmikan pada tahun 32 Masehi).[51] Pada abad pertama Masehi, Tadmur berkembang dari sebuah perhentian kafilah dagang yang kecil menjadi pusat perdagangan yang besar,[keterangan 9][30] dan para saudagar Tadmur mendirikan koloni-koloni dagang di pusat-pusat perdagangan terdekat.[45]

Kegiatan perdagangan Tadmur mencapai puncaknya pada abad ke-2 Masehi.[53] Pencapaian tersebut didukung dua faktor. Faktor pertama adalah jalur dagang yang dibangun orang-orang Tadmur[54] dan dilindungi garnisun-garnisun di lokasi-lokasi penting, antara lain garnisun yang ditempatkan di Dura-Europos pada tahun 117 pra-Masehi.[55] Faktor kedua adalah penaklukan Petra, ibu kota Kerajaan Nabatea, oleh Kekaisaran Romawi pada tahun 106 Masehi,[23] yang menyebabkan kendali atas jalur-jalur dagang kawasan selatan di Jazirah Arab beralih dari orang-orang Nabatea ke orang-orang Tadmur.[keterangan 10][23] Pada tahun 129 Masehi, kota Tadmur mendapat lawatan Kaisar Hadrianus. Sang kaisar memberi nama "Hadriane Palmyra" kepada kota itu, dan menjadikannya sebuah civitas libera (kota swapraja).[57][58] Kaisar Hadrianus mendorong penyebarluasan kebudayaan Helenistik ke seluruh wilayah Kekaisaran Romawi,[59] dan ekspansi kota Tadmur dilakukan dengan meniru ekspansi kota ala Yunani.[59] Ekspansi kota melahirkan kegiatan-kegiatan pendirian bangunan baru, antara lain bangunan teater, Kolonade Besar, dan Kuil Dewa Nabu.[59] Keberadaan garnisun Romawi di Tadmur pertama kali tercatat pada tahun 167 Masehi, yakni tahun ketika Tadmur dijadikan pangkalan pasukan berkuda Ala I Thracum Herculiana (Pasukan Sayap I, Laskar Trakia Herculianus).[keterangan 11][62] pada akhir abad ke-2 Masehi, usaha pengembangan kota mengalami penurunan, sesudah kegiatan pendirian bangunan di kota Tadmur mencapai puncaknya.[63]

Pada era 190-an, Tadmur dijadikan bagian dari provinsi baru Suriah Foinike bentukan wangsa Severa.[64] Menjelang akhir abad ke-2 Masehi, Tadmur mulai bertransisi dari bentuk pemerintahan tradisional Yunani ke bentuk monarki akibat meningkatnya militerisasi kota itu dan memburuknya situasi ekonomi.[65] Berkuasanya wangsa Severa di Roma berdampak besar terhadap transisi Tadmur, karena hal-hal sebagai berikut:[63]

Perang Romawi-Partia yang dipimpin wangsa Severa dari tahun 194 sampai 217 mempengaruhi keamanan Daerah Tadmur dan berdampak terhadap kegiatan perdagangan kota Tadmur.[66] Gerombolan-gerombolan perampok mulai menyerang kafilah-kafilah dagang pada tahun 199 Masehi, sehingga pemerintah Tadmur merasa perlu memperbesar kekuatan militernya.[66] Wangsa Severa peduli terhadap kemaslahatan kota Tadmur[66] sehingga mengerahkan Cohors I Flavia Chalcidenorum (Pasukan Teras I, Laskar Kalkis Flavius) untuk berpangkalan di kota itu pada 206.[67] Antara tahun 213 sampai tahun 216, Kaisar Caracalla menjadikan Tadmur sebagai salah satu colonia Romawi, dan mengganti berbagai lembaga pemerintahan ala Yunani dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang sesuai dengan undang-undang dasar Kekaisaran Romawi.[65] Kaisar Severus Alexander, yang memerintah dari tahun 222 sampai tahun 235, berkunjung ke Tadmur pada tahun 229 Masehi.[66][68]Kerajaan Tadmur  Patung kepala seorang pria bermahkota bumban daun salam ala pemimpin Romawi, mungkin patung Raja Odainat

Kebangkitan wangsa Sasan di Persia benar-benar merusak usaha dagang Tadmur.[69] Kekaisaran Persia menutup koloni-koloni dagang Tadmur di wilayah mereka,[69] dan memaklumkan perang melawan Kekaisaran Romawi.[70] Dalam sebuah prasasti yang diperkirakan berasal dari tahun 252 Masehi, nama Odainat muncul dengan gelar eksarkos (pemimpin) Tadmur.[71] Lemahnya Kekaisaran Romawi dan ancaman Persia yang terus-menerus membayangi mungkin sekali merupakan alasan-alasan yang melatarbelakangi keputusan Badan Musyawarah Tadmur untuk mengangkat seorang pemimpin guna mengepalai angkatan bersenjata Tadmur yang sudah diperbesar kekuatannya.[72] Odainat berusaha mengajukan permohonan kepada Kaisar Persia, Syapur Agung, agar sudi menjamin kepentingan-kepentingan Tadmur di Persia, tetapi permohonannya ditolak mentah-mentah.[73] Pada tahun 260 Masehi, Kaisar Valerianus maju menghadapi Syapur Agung dalam Pertempuran Edesa, tetapi dikalahkan dan ditawan.[73] Macrianus Maior, salah seorang perwira bawahan Valerianus, beserta putra-putranya, Quietus dan Macrianus, bersama-sama dengan Praefectus Praetorio (kepala pasukan khusus) Balista, memberontak melawan Kaisar Gallienus, putra Kaisar Valerianus, dan merebut kekuasaan atas Suriah.[74]

Perang-perang melawan Persia

Odainat membentuk angkatan bersenjata yang beranggotakan warga Tadmur dan warga masyarakat pedesaan Suriah untuk melawan Syapur Agung.[keterangan 12][73] Menurut Historia Augusta, Odainat menyatakan diri sebagai raja sebelum bertempur melawan Syapur Agung.[76] Odainat meraih kemenangan telak di dekat tepian Sungai Efrat pada tahun 260 Masehi, sehingga pasukan Persia terpaksa mundur.[77] Pada tahun 261 Masehi, Odainat maju menggempur para pemberontak yang merebut kekuasaan atas Suriah. Ia berhasil mengalahkan sekaligus menewaskan Quietus dan Balista.[78] Kaisar Gallienus menganugerahkan gelar Imperator Totius Orientis (Kepala Pemerintahan Seluruh Wilayah Timur) kepada Odainat sebagai penghargaan atas jasa-jasanya,[79] sehingga Odainat berhak memerintah selaku raja muda di wilayah Provinsi Suriah, Provinsi Mesopotamia, Provinsi Arab, dan Provinsi Anatolia.[80][81] Secara resmi, Tadmur tetap menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi, tetapi prasasti-prasasti Tadmur mulai menyebut kota itu sebagai sebuah "metrocolonia", yang menunjukkan bahwa status kota Tadmur lebih tinggi daripada colonia biasa.[82] Pada praktiknya, Tadmur berubah dari sebuah kota provinsi menjadi secara de facto sebuah kerajaan sekutu.[83]

Pada tahun 262 Masehi, Odainat kembali memaklumkan perang melawan Syapur Agung.[84] Ia merebut kembali kota-kota Provinsi Mesopotamia yang dicaplok Persia (terutama kota Nisibis dan kota Karai), menjarah Nehardea yang merupakan kota orang Yahudi,[keterangan 13][85][86] dan mengepung Tisfon, ibu kota Kekaisaran Persia.[87][88] Sesudah meraih kemenangan, Odainat menyandang gelar raja diraja.[keterangan 14][91] Kemudian hari Odainat menobatkan putranya, Hairan I, menjadi raja-bersama di dekat kota Antiokhia pada tahun 263 Masehi.[92] Meskipun tidak berhasil merebut ibu kota Persia, Odainat berhasil mengusir orang Persia dari semua daerah kekuasaan bangsa Romawi yang dicaplok Persia sejak Syapur Agung memerangi Kekaisaran Romawi pada tahun 252 Masehi.[93] Dalam perang kedua pada tahun 266 Masehi, Odainat kembali mengepung Tisfon. Meskipun demikian, ia harus menghentikan aksi pengepungan dan bergerak ke utara bersama Hairan I untuk mengusir orang Goth dari Provinsi Asia.[94] Odainat dan putranya tewas terbunuh ketika pulang dari medan perang pada tahun 267 Masehi.[95] Menurut Historia Augusta, Odainat tewas dibunuh saudara sepupunya, sementara Ioanes Zonaras menyebutkan bahwa si pembunuh adalah kemenakan Odainat. Dalam Historia Augusta, pembunuh Odainat bernama Maeonius.[96] Historia Augusta juga menyebutkan bahwa Maeonius sempat menyatakan diri sebagai kaisar sebelum tewas dibunuh para prajurit.[96][97][98] Meskipun demikian, tidak ada prasasti maupun bukti lain mengenai masa pemerintahan Maeonius.[99]

 Gambar Batzabai selaku Augusta pada sisi kepala sekeping Antoninianus

Odainat digantikan oleh putranya, Wahballat (bahasa Latin: Vaballathus), yang baru berumur sepuluh tahun.[100] Batzabai, ibu Wahballat, adalah penguasa de facto Tadmur. Wahballat terus meringkuk di bawah bayang-bayang ibunya, sementara sang ibu mengukuhkan kekuasaannya sendiri.[100] Kaisar Gallienus mengutus Praefectus Heraclianus untuk memimpin operasi militer melawan Persia, tetapi si praefectus dipojokkan Ratu Batzabai dan pulang ke wilayah barat.[93] Ratu Batzabai bersikap hati-hati agar tidak memancing kemarahan Roma. Ia hanya menuntut agar gelar-gelar suaminya diturunkan kepadanya dan kepada putranya, serta berjanji akan menjaga keamanan di daerah-daerah yang berbatasan dengan wilayah Persia dan akan menundukkan Bani Tanukh di Hauran.[100] Untuk melindungi daerah-daerah yang berbatasan dengan wilayah Persia, Ratu Batzabai membentengi sejumlah permukiman di tepi Sungai Efrat, antara lain kota Halabiyah dan kota Zalabiyah.[101] Ada bukti-bukti tidak langsung yang menunjukkan bahwa Wahballat pernah berkonfrontasi dengan wangsa Sasan. Mungkin sekali Wahballat menyandang gelar Persicus Maximus (Mahajaya di Persia) pada tahun 269 Masehi, dan gelar ini mungkin saja berkaitan dengan kemenangan tak tercatat dalam pertempuran melawan angkatan bersenjata Persia yang ingin kembali menguasai Mesopotamia.[102][103]

Kekaisaran Tadmur  Wilayah Kekaisaran Tadmur pada tahun 271 Masehi

Kiprah militer Ratu Batzabai bermula pada musim semi tahun 270 Masehi, yakni pada masa pemerintahan Kaisar Claudius Gothicus.[104] Dengan alasan memerangi Bani Tanukh, Batzabai menaklukkan Provinsi Arab.[104] Pada bulan Oktober tahun yang sama, Tadmur menginvasi Mesir.[105][106] Mesir dapat ditaklukkan, dan Batzabai pun dimasyhurkan sebagai Ratu Mesir.[107] Pada tahun 271 Masehi, Tadmur menginvasi Anatolia sampai ke Ankara, yang merupakan puncak dari aksi ekspansinya.[108] Aksi penaklukan tadmur dilancarkan dengan berkedok pengabdian terhadap Roma.[109] Batzabai mencetak uang logam atas nama Kaisar Aurelianus, pengganti Kaisar Claudius Gothicus. Uang logam keluaran Batzabai memuat gambar Wahballat selaku raja.[keterangan 15][109] Karena Kaisar Aurelianus sedang sibuk menumpas pemberontakan di Eropa, ia menutup mata terhadap tindakan Batzabai mencetak uang logam dan menyerobot wilayah.[110][111] Menjelang akhir tahun 271 Masehi, Wahballat dimasyhurkan sebagai Augustus, dan Batzabai menyandang gelar Augusta.[keterangan 16][109]

Pada tahun 272 Masehi, Kaisar Aurelian menyeberangi Selat Bosporus dan bergerak cepat melintasi Anatolia.[115] Menurut salah satu sumber, Panglima Romawi, Marcus Aurelius Probus, merebut kembali Mesir dari Tadmur.[keterangan 17][116] Kaisar Aurelianus memasuki Isos dan bergegas menuju Antiokhia. Ratu Batzabai dikalahkan dalam Pertempuran Immae di dekat Antiokhia,[117] dan sekali lagi mengalami kekalahan dalam Pertempuran Emesa dan berlindung di Ḥumṣ sebelum bergegas pulang ke Tadmur.[118] Ketika Tadmur akhirnya dikepung pasukan Romawi, Ratu Batzabai tidak bersedia menuruti perintah untuk menyerahkan diri kepada kaisar.[108] Ia melarikan diri ke sebelah timur untuk meminta pertolongan Persia, tetapi tertangkap pasukan Romawi. Tak lama sesudah Ratu Batzabai ditangkap, Kota Tadmur pun diluluhlantakkan pasukan Romawi.[119][120]

Akhir zaman Kekaisaran Romawi dan zaman Kekaisaran Romawi Timur  Kamp Diocletianus

Kaisar Aurelianus memutuskan untuk tidak memusnahkan Tadmur, dan menempatkan 600 prajurit pemanah di kota itu di bawah pimpinan Sandarion sebagai pasukan penjaga perdamaian.[121] Pada tahun 273 Masehi, Septimius Apsaios memimpin pemberontakan di Tadmur,[114] dan mempermaklumkan Septimius Antiochus (kerabat Ratu Batzabai) sebagai Augustus.[122] Kaisar Aurelianus mengerahkan pasukan ke Tadmur dan meluluhlantakkan kota itu. Monumen-monumen yang paling berharga dirampas dan digunakan untuk mendekorasi Kuil Dewa Sol yang ia bangun.[119][123] Bangunan-bangunan Tadmur dirubuhkan, warganya dibantai, dan Kuil Dewa Bel dijarah habis-habisan.[119]

Tadmur menyusut menjadi sebuah desa, dan menghilang dari catatan sejarah zaman itu.[124] Kaisar Aurelianus memugar Kuil Dewa Bel, dan menempatkan Legio I Illyricorum (Legiun I, Laskar Iliria) di kota Tadmur.[125] Menjelang tahun 303, sebuah castrum (benteng) yang diberi nama Kamp Diocletianus dibangun di sebelah barat kota Tadmur.[125] Kamp seluas 4 hektar (9,9 ekar) itu digunakan sebagai pangkalan Legio I Illyricorum,[125] yang bertugas menjaga jalur-jalur dagang di sekitar kota Tadmur.[124] Selama beberapa dasawarsa setelah diluluhlantakkan Kaisar Aurelianus, warga Tadmur memeluk agama Kristen.[126] Pada akhir tahun 527 Masehi, Kaisar Iustinianus I memerintahkan agar gereja-gereja dan bangunan-bangunan umum di Tadmur direstorasi untuk menanggulangi serbuan-serbuan Raja Bani Lakhim, Al Mundir bin Nu'man.[127]

Zaman khilafah Arab

Tadmur tunduk di bawah daulat Khilafaur Rasyidin sesudah ditaklukkan panglima tentara Muslim, Khalid bin Walid, ketika memimpin pergerakan tentara Muslim melintasi Padang Gurun Suriah dari Mesopotamia menuju Damsyik selama 18 hari pada tahun 634.[128] Ketika itu, area kota Tadmur terbatas dalam lingkup Kamp Diocletianus.[129] Sesudah ditaklukan kaum Muslim, kota Tadmur dijadikan bagian dari Jund (distrik militer) Ḥumṣ.[130]

Zaman Bani Umayyah dan Bani Abbas

Pada zaman Bani Umayyah, taraf kesejahteraan maupun jumlah penduduk Tadmur mengalami peningkatan.[131] Tadmur menjadi perhentian utama di jalur dagang Timur-Barat. Pemerintah Bani Umayyah membangun sebuah suq (pasar) yang luas,[131][132] dan mengubah sebagian lingkungan Kuil Dewa Bel menjadi mesjid.[132] Pada zaman Bani Umayyah, Tadmur menjadi kubu pertahanan Bani Kalib.[133] Sesudah dikalahkan Marwan II dalam Perang Saudara Islam III, ahli waris Bani Umayyah, Sulaiman bin Hisyam, mula-mula berlindung kepada Bani Kalib di Tadmur, tetapi akhirnya berbaiat kepada Marwan II pada tahun 744. Tadmur tetap menentang Marwan II sampai pemimpin Bani Kalib, Al Abrasyul Kalbi menyerah pada tahun 745.[134] Pada tahun itu juga, Marwan II memerintahkan agar tembok-tembok kota Tadmur dirubuhkan.[129][135]

Ketika pemberontakan yang dipimpin Majza'a bin Kawthar dan ahli waris Bani Umayyah, Abu Muhammad Al Sufyani, melawan Khilafah Bani Abbas berkecamuk di Suriah,[136] suku-suku di Tadmur mendukung pihak pemberontak.[137] Sesudah dikalahkan, Abu Muhammad Al Sufyani berlindung di Tadmur. Kota Tadmur mampu bertahan cukup lama digempur Bani Abbas, sehingga Abu Muhammad Al Sufyani berkesempatan meloloskan diri.[137]

Desentralisasi khilafah  Bangunan pertahanan di Kuil Dewa Bel

Khilafah Bani Abbas melemah pada abad ke-10, ketika wilayahnya terpecah-belah menjadi sejumlah negara bawahan.[138] Kebanyakan kepala negara bawahan mengakui khalifah sebagai pemimpin tertinggi secara nominal saja. Keadaan ini berlanjut sampai Khilafah Bani Abbas ditumbangkan bangsa Mongol pada tahun 1258.[139]

Tadmur mengalami penyusutan populasi mulai abad ke-9, dan berlanjut sampai abad ke-10.[140] Pada tahun 955. Saiful Daulah, Emir Halab dari wangsa Hamdan, mengalahkan kaum Badawi di sekitar Tadmur[141] dan membangun sebuah kasbah (benteng) guna menghadapi kampanye-kampanye militer yang dilancarkan Nikeforos Fokas dan Ioanes Tzimikes, kaisar-kaisar Romawi Timur.[142] Sesudah wangsa Hamdan tumbang pada awal abad ke-11, pemerintahan daerah Ḥumṣ beralih ke pundak wangsa Mirdas.[143] Gempa bumi meluluhlantakkan Tadmur pada tahun 1068 dan tahun 1089.[129][144] Pada era 1070-an, Suriah ditaklukkan Kesultanan Seljuk,[145] dan daerah Ḥumṣ dikuasai Khalaf bin Mula'ib, emir asal Arab, pada tahun 1082.[143] Khalaf bin Mula'ib adalah seorang perampok. Ia dipecat dan dipenjarakan Malik Syah I, Sultan Seljuk, pada tahun 1090.[143][146] Daerah kekuasaan Khalaf bin Mula'ib diberikan kepada Tutusy I, adik Sultan Malik Syah I,[146] yang memisahkan diri sepeninggal abangnya pada tahun 1092, dan mendirikan pemerintahan cabang kadet wangsa Seljuk di Suriah.[147]

 Puri Fakhruddin Al Ma'ani

Pada abad ke-12, populasi Tadmur pindah ke pelataran Kuil Dewa Bel yang dibentengi.[140] Ketika itu Tadmur berada di bawah kekuasaan Tuğtekin, Atabeg Damsyik dari wangsa Buri, yang mengangkat kemenakannya menjadi kepala pemerintahan kota Tadmur.[148] Si kemenakan tewas dibunuh kelompok pemberontak, sehingga Tuğtekin harus merebut kembali kota Tadmur pada tahun 1126.[148] Pemerintahan tadmur selanjutnya diserahkan kepada cucu Tuğtekin, Syihabuddin Mahmud.[148] Ketika ayahnya, Tajul Muluk Buri, naik takhta menggantikan Tuğtekin, Syihabuddin Mahmud pulang ke Damsyik dan menyerahkan tampuk pemerintahan kota Tadmur kepada Yusuf bin Fairuz.[149] Para penguasa dari wangsa Buri mengubah Kuil Dewa Bel menjadi sebuah kawasan permukiman berbenteng pada tahun 1132.[150][151] Kota Tadmur kemudian dibentengi dan diserahkan wangsa Buri kepada Bani Qaraja sebagai penukar kota Ḥumṣ tiga tahun kemudian.[151]

Pada pertengahan abad ke-12, Tadmur berada di bawah kekuasaan Nuruddin Mahmud Zanki, Emir Damsyik dan Halab dari wangsa Zanki.[152] Tadmur menjadi bagian dari daerah Ḥumṣ,[153] yang diserahkan kepada Syirkuh, panglima perang dari wangsa Ayubi, sebagai tanah pertuanan pada tahun 1168, tetapi disita setelah Syirkuh wafat pada tahun 1169.[154] Daerah Ḥumṣ ditaklukkan Kesultanan Wangsa Ayubi pada tahun 1174.[155] Pada tahun 1175, Salahuddin Al Ayubi menyerahkan Daerah Ḥumṣ (termasuk Tadmur) kepada saudara sepupunya, Nasiruddin Muhammad, sebagai tanah pertuanan.[156] Sepeninggal Salahuddin, wilayah Kesultanan Wangsa Ayubi dibagi-bagi, dan Tadmur diserahkan kepada Al Mujahid Syirkuh II, putra Nasiruddin Muhammad. Pada tahun 1230, Al Mujahid Syirkuh II membangun sebuah benteng di Tadmur yang kemudian hari dikenal dengan nama Puri Fakhruddin Al Ma'ani.[157][158] Lima tahun sebelumnya, pujangga ilmu bumi Suriah, Yaqut Al Hamawi, menyebutkan bahwa warga kota Tadmur bermukim di dalam "sebuah puri berpagar tembok batu".[159]

Zaman Kesultanan Mamluk

Kota Tadmur menjadi tempat berlindung Al Asyraf Musa, cucu Al Mujahid Syirkuh II. Al Asyraf Musa bersekutu dengan raja orang Mongol, Hulagu Khan, dan melarikan diri sesudah orang Mongol dikalahkan Kesultanan Mamluk dalam Pertempuran Ain Jalut pada tahun 1260.[160] Sultan Mamluk, Saifuddin Qutuz, mengampuni Al Asyraf Musa dan menjadikannya emir bawahan Kesultanan Mamluk.[160] Al Asyraf Musa tutup usia pada tahun 1263 tanpa meninggalkan keturunan, sehingga Emirat Ḥumṣ dijadikan daerah yang diperintah langsung Kesultanan Mamluk.[161]

Zaman emirat Bani Fadil  Kebun-kebun Tadmur

Bani Fadil adalah klan Arab (cabang Bani Ta'i) yang berbaiat kepada Kesultanan Mamluk. Pada tahun 1281, Emir Isa bin Muhanna dari Bani Fadil diangkat Sultan Al Mansur Qalawun menjadi penguasa Tadmur.[162] Pada tahun 1284, Isa bin Muhanna digantikan putranya, Muhanna bin Isa, yang dipenjarakan Sultan Al Asyraf Khalil pada tahun 1293, dan dipulihkan jabatannya dua tahun kemudian oleh Sultan Al Adil Kitbugha.[163] Muhanna bin Isa berbaiat kepada Ilkhan Öljaitü pada tahun 1312, sehingga Sultan An Nasir Muhammad memecat dan menggantinya dengan Fadil bin Isa, saudaranya sendiri.[163] Meskipun diampuni Sultan An Nasir Muhammad dan dipulihkan jabatannya pada tahun 1317, Muhanna bin Isa maupun Bani Fadil diusir pada tahun 1320 karena masih berhubungan baik dengan Ilkhan.[164] Ia diganti dengan seorang kepala suku bernama Muhammad bin Abu Bakar.[165]

Muhanna bin Isa sekali lagi diampuni dan dipulihkan jabatannya oleh Sultan An Nasir Muhammad pada tahun 1330. Ia tetap setia kepada Kesultanan Mamluk sampai akhir hayatnya pada tahun 1335, dan digantikan putranya.[165] Sejarawan zaman itu, Ibnu Fadlallah Al Umari, menyebutkan bahwa kota Tadmur memiliki "kebun-kebun yang luas, usaha-usaha dagang yang maju pesat, dan monumen-monumen yang ganjil bentuknya".[166] Bani Fadil melindungi jalur-jalur dagang dan desa-desa dari serbuan kaum Badawi,[167] tetapi juga menyerbu kota-kota lain dan saling memerangi satu sama lain.[168] Kesultanan Mamluk beberapa kali melakukan intervensi militer, memecat, memenjarakan, maupun mengusir pemimpin Tadmur.[168] Pada tahun 1400, Tadmur diserang Timur Leng. Emir dari Bani Fadil, Nu'air, berhasil lolos dari medan perang dan kemudian hari berperang melawan Jakam, Sultan Halab.[169] Nu'air tertangkap, dibawa ke Halab, dan dihukum mati pada tahun 1406. Menurut Ibnu Hajar Al 'Asqalani, kematian Nu'air mengakhiri kekuasaan Bani Fadil.[169][162]

Zaman Kesultanan Utsmaniyah dan sesudahnya  Desa di lingkungan Kuil Dewa Bel pada awal abad ke-20

Ketika Suriah menjadi bagian dari Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1516,[170] kota Tadmur dijadikan ibu kota distrik administratif (sanjak) Tadmur.[keterangan 18][171] Selepas tahun 1568, pemerintah Utsmaniyah mengangkat Emir Lebanon, Ali bin Musa Harfusy, menjadi kepala daerah Sanjak Tadmur,[172] tetapi kemudian memberhentikannya dari jabatan pada tahun 1584 dengan alasan makar.[173] Pada tahun 1630, Sanjak Tadmur kembali dipimpin seorang Emir Lebanon, yakni Fakhruddin II,[174] yang merenovasi puri Syirkuh II (kemudian hari dikenal dengan nama Puri Fakhruddin Al Ma'ani).[158][175] Emir Fakhruddin didepak Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1633 dan kehilangan kekuasaannya atas desa Tadmur,[174] yang tetap berstatus sanjak sampai dijadikan bagian dari wilayah Sanjak Zor pada tahun 1857.[176] Pada tahun 1867, desa Tadmur dijadikan pangkalan garnisun Utsmaniyah yang bertugas mengendalikan kaum Badawi.[177]

Pada tahun 1918, menjelang berakhirnya Perang Dunia I, Angkatan Udara Kerajaan (Angkatan Udara Inggris) membangun sebuah lapangan udara yang cukup untuk didarati dua pesawat terbang,[keterangan 19][178] dan pasukan Utsmaniyah mundur dari Sanjak Zor tanpa perlawanan pada bulan November.[keterangan 20][179] Angkatan Darat Emirat Suriah memasuki Dairuz Zur pada tanggal 4 Desember, dan Sanjak Zor dijadikan bagian dari Suriah.[180] Pada tahun 1919, ketika Inggris dan Prancis mempertikaikan rancangan batas-batas wilayah mandat,[178] Wakil Tetap Angkatan Bersenjata Inggris untuk Dewan Perang Tertinggi, Henry Wilson, mengusulkan agar Tadmur dimasukkan ke dalam wilayah Mandat Inggris.[178] Meskipun demikian, Jenderal Inggris, Edmund Allenby, meyakinkan pemerintah negaranya untuk tidak menindaklanjuti usulan tersebut.[178] Sesudah dikalahkan dalam Pertempuran Maysalun pada tanggal 24 Juli 1920, Suriah (termasuk Tadmur) menjadi bagian dari wilayah Mandat Prancis.[181]

Karena keberadaan Tadmur dianggap penting dalam usaha Prancis untuk menguasai Padang Gurun Suriah, sebuah pangkalan dibangun di desa yang terletak di dekat Kuil Dewa Bel pada tahun 1921.[182] Pada tahun 1929, Henri Seyrig mulai melaksanakan ekskavasi di reruntuhan Tadmur, dan membujuk warga setempat untuk pindah ke desa baru yang dibangun Prancis di dekat situs Tadmur kuno.[183] Relokasi warga rampung pada tahun 1932.[184] Situs Tadmur kuno akhirnya siap untuk diekskavasi, karena warganya sudah bermukim di desa baru yang juga diberi nama Tadmur.[185][183] Pada masa Perang Dunia II, pemerintahan wilayah Mandat Prancis berada di bawah kewenangan Régime de Vichy,[186] yang mengizinkan Jerman Nazi untuk menggunakan lapangan udara di Tadmur.[187] Dengan dukungan pasukan Inggris, pasukan France Libre menginvasi Suriah pada bulan Juni 1941,[186] dan pada tanggal 3 Juli 1941, Inggris mengambil alih kekuasaan atas Tadmur seusai Pertempuran Tadmur.[188]

Perang Saudara Suriah  Relief Singa Dewi Allat dari abad pertama Masehi yang dahulu kala menghiasi pintu masuk Kuil Dewi Allat

Akibat meletusnya Perang Saudara Suriah, situs Tadmur dijarah dan dirusak habis-habisan oleh para pejuang.[189] Pada tahun 2013, muka gedung Kuil Dewa Bel bobol akibat tembakan mortir, dan pilar-pilar kolonade rusak akibat terkena serpihan peluru.[189] Menurut keterangan Maamoun Abdulkarim, Angkatan Darat Suriah menempatkan pasukan di beberapa area situs arkeologi,[189] sementara laskar oposisi Suriah bersiaga di kebun-kebun sekitar kota Tadmur.[189]

Pada tanggal 13 Mei 2015, Negara Islam Irak dan Syam melancarkan serangan terhadap kota Tadmur modern, sehingga timbul kekhawatiran bahwa kelompok ikonoklastis tersebut akan menghancurkan situs kota Tadmur kuno yang persis bersebelahan dengan kota Tadmur modern.[190] Pada tanggal 21 Mei, beberapa artefak dipindahkan dari museum Tadmur ke Damsyik untuk diamankan. Sejumlah patung sedada ala Yunani-Romawi, perhiasan, dan benda-benda lain yang dijarah dari museum Tadmur telah didapati beredar di pasaran internasional.[191] Pejuang Negara Islam Irak dan Syam memasuki Tadmur pada hari yang sama.[192] Warga setempat melaporkan bahwa Angkatan Udara Suriah membombardir situs Tadmur pada tanggal 13 Juni, sehingga merusak tembok utara di dekat Kuil Dewa Baal Syamin.[193] Ketika pejuang Negara Islam Irak dan Syam menduduki situs tersebut, bangunan teater Tadmur dimanfaatkan sebagai tempat pertunjukan eksekusi lawan dan tawanan-tawanan mereka. Video-video yang dirilis Negara Islam Irak dan Syam mempertunjukkan aksi pembantaian para tawanan Suriah di teater Tadmur disaksikan khalayak ramai.[194][195] pada tanggal 18 Agustus, pensiunan Kepala Dinas Purbakala Tadmur, Khalid Al Asaad, dipancung pejuang Negara Islam Irak dan Syam sesudah disiksa selama satu bulan agar mengungkap informasi mengenai kota Tadmur berikut segala harta kekayaannya. Khalid Al Asaad menolak mengungkap informasi apapun kepada orang-orang yang menawannya.[196]

Pasukan pemerintah Suriah dengan dukungan serangan udara Rusia merebut kembali Tadmur dari pejuang Negara Islam Irak dan Syam pada tanggal 27 Maret 2016.[197] Menurut laporan-laporan awal, kerusakan yang menimpa situs arkeologi itu tidaklah separah yang diperkirakan, karena banyak bangunan yang masih berdiri tegak.[198] Sesudah Tadmur direbut kembali, tim-tim penjinak ranjau Rusia mulai membersihkan ranjau-ranjau yang ditanam para pejuang Negara Islam Irak dan Syam sebelum mundur meninggalkan kota itu.[199] Sesudah bertempur sengit, para pejuang Negara Islam Irak dan Syam sempat berhasil menduduki kembali kota Tadmur pada tanggal 11 Desember 2016.[200] Angkatan Darat Suriah pun mengerahkan pasukan untuk menyerang Tadmur, dan berhasil menguasai kembali kota itu pada tanggal 3 Maret 2017.[201]

^ Southern 2008, hlm. 18. ^ Speake 1996, hlm. 565. ^ a b Colledge & Wiesehöfer 2014, hlm. 566. ^ al-Maqdissi 2010, hlm. 140. ^ a b c Dirven 1999, hlm. 18. ^ Smith 1956, hlm. 38. ^ Liverani 2013, hlm. 234. ^ Ismail 2002, hlm. 325. ^ Van Koppen 2015, hlm. 87. ^ Bryce 2009, hlm. 686. ^ Sader 2014, hlm. 24. ^ Shahîd 1995, hlm. 173. ^ Millar 1993, hlm. 320. ^ Shahîd 2002, hlm. 282. ^ a b c d Bryce 2014, hlm. 276. ^ Stoneman 1994, hlm. 52. ^ Dupont-Sommer 1970, hlm. 163. ^ a b Kaizer 2017, hlm. 33, 34. ^ MacDowall & Taddei 1978, hlm. 192. ^ Kaizer 2017, hlm. 34. ^ a b Mukherjee 2000, hlm. 11. ^ Rosenthal 1978, hlm. 99. ^ a b c d e f g h Bryce 2014, hlm. 278. ^ Zuchowska 2008, hlm. 231. ^ Smith II 2013, hlm. 63. ^ Seyrig 1939, hlm. 322, 323. ^ Grainger 1997, hlm. 759. ^ a b c Elton 1996, hlm. 90. ^ a b Dirven 1999, hlm. 19. ^ a b Ball 2002, hlm. 74. ^ a b Edwell 2008, hlm. 34. ^ Edwell 2008, hlm. 34. ^ a b Edwell 2008, hlm. 41. ^ Seyrig 1959, hlm. 189–190. ^ Schlumberger 1939, hlm. 64. ^ Schlumberger 1939, hlm. 43, 66. ^ a b Bryce 2014, hlm. 284. ^ Seyrig 1959, hlm. 190. ^ Meyer 2013, hlm. 275. ^ Smith II 2013, hlm. 124. ^ Smith II 2013, hlm. 127. ^ a b Smith II 2013, hlm. 122. ^ Smith II 2013, hlm. 226. ^ Smith II 2013, hlm. 24. ^ a b Dirven 1999, hlm. 20. ^ a b Dąbrowa 1993, hlm. 12. ^ Elton 1996, hlm. 91. ^ a b c Elton 1996, hlm. 92. ^ Southern 2008, hlm. 25. ^ Drijvers 1976, hlm. 3. ^ Millar 1993, hlm. 323. ^ Edwell 2008, hlm. 36. ^ Dirven 1999, hlm. 22. ^ Young 2003, hlm. 124. ^ Smith II 2013, hlm. 145. ^ Young 2003, hlm. 125. ^ Bryce 2014, hlm. 279. ^ Dirven 1999, hlm. 21. ^ a b c Smith II 2013, hlm. 25. ^ Dąbrowa 1979, hlm. 235. ^ Sidebotham, Hense & Nouwens 2008, hlm. 354. ^ Raschke 1978, hlm. 878. ^ a b Smith II 2013, hlm. 26. ^ Edwell 2008, hlm. 27. ^ a b Sartre 2005, hlm. 512. ^ a b c d Smith II 2013, hlm. 28. ^ Edwell 2008, hlm. 60. ^ Teixidor 1979, hlm. 33. ^ a b Smith II 2013, hlm. 176. ^ Smith II 2013, hlm. 29. ^ Southern 2008, hlm. 44. ^ Ball 2002, hlm. 77. ^ a b c d Smith II 2013, hlm. 177. ^ Drinkwater 2005, hlm. 44. ^ Southern 2008, hlm. 60. ^ Dignas & Winter 2007, hlm. 159. ^ Hartmann 2001, hlm. 139. ^ Hartmann 2001, hlm. 144, 145. ^ Southern 2008, hlm. 67. ^ De Blois 1976, hlm. 35. ^ Andrade 2013, hlm. 333. ^ Young 2003, hlm. 215. ^ Young 2003, hlm. 159. ^ Ando 2012, hlm. 237. ^ a b Dubnov 1968, hlm. 151. ^ Hartmann 2001, hlm. 171. ^ Dignas & Winter 2007, hlm. 160. ^ Hartmann 2001, hlm. 172. ^ Stoneman 1994, hlm. 78. ^ Southern 2008, hlm. 72. ^ Watson 2004, hlm. 32. ^ Hartmann 2001, hlm. 176. ^ a b De Blois 1976, hlm. 3. ^ Southern 2008, hlm. 76. ^ Southern 2008, hlm. 77. ^ a b Southern 2008, hlm. 78. ^ Bryce 2014, hlm. 292. ^ Stoneman 1994, hlm. 108. ^ Brauer 1975, hlm. 163. ^ a b c Bryce 2014, hlm. 299. ^ Southern 2008, hlm. 91. ^ Southern 2008, hlm. 92. ^ Hartmann 2001, hlm. 267. ^ a b Bryce 2014, hlm. 302. ^ a b Watson 2004, hlm. 62. ^ Bryce 2014, hlm. 303. ^ Bryce 2014, hlm. 304. ^ a b Ball 2002, hlm. 80. ^ a b c Smith II 2013, hlm. 179. ^ Watson 2004, hlm. 67. ^ Southern 2008, hlm. 118. ^ Ball 2002, hlm. 82. ^ Whittow 2010, hlm. 77. ^ a b Smith II 2013, hlm. 180. ^ Bryce 2014, hlm. 307. ^ a b Bryce 2014, hlm. 308. ^ Bryce 2014, hlm. 309. ^ Bryce 2014, hlm. 310. ^ a b c Ball 2002, hlm. 81. ^ Drinkwater 2005, hlm. 52. ^ Bryce 2014, hlm. 313. ^ Smith II 2013, hlm. 181. ^ Sartre 2005, hlm. 515. ^ a b Pollard 2000, hlm. 299. ^ a b c Pollard 2000, hlm. 298. ^ Stoneman 1994, hlm. 190. ^ Greatrex & Lieu 2005, hlm. 85. ^ Burns 2007, hlm. 99. ^ a b c Speake 1996, hlm. 568. ^ Le Strange 1890, hlm. 36. ^ a b Hillenbrand 1999, hlm. 87. ^ a b Bacharach 1996, hlm. 31. ^ Grabar et al. 1978, hlm. 156. ^ Hawting 1991, hlm. 624. ^ Cobb 2001, hlm. 73. ^ Cobb 2001, hlm. 47. ^ a b Cobb 2001, hlm. 48. ^ Holt 2013, hlm. 13. ^ Loewe 1923, hlm. 300. ^ a b Meyer 2017a, hlm. 72. ^ Grabar et al. 1978, hlm. 11. ^ Grabar et al. 1978, hlm. 158. ^ a b c Élisséeff 2007, hlm. 158. ^ Fowden 1999, hlm. 184. ^ Chamberlain 2005, hlm. 148. ^ a b Ibn al-ʻAdīm 1988, hlm. 3354. ^ Hanne 2007, hlm. 135. ^ a b c Gibb 2002, hlm. 178. ^ Ibn al-Qalanisi 1983, hlm. 386. ^ Grabar et al. 1978, hlm. 161. ^ a b Gibb 2002, hlm. 237. ^ Ibn 'Asakir 1995, hlm. 121. ^ Byliński 1999, hlm. 161. ^ Ehrenkreutz 1972, hlm. 46, 72. ^ Hamilton 2005, hlm. 98. ^ Humphreys 1977, hlm. 51. ^ Major 2001, hlm. 62. ^ a b Burns 2009, hlm. 243. ^ Le Strange 1890, hlm. 541. ^ a b Humphreys 1977, hlm. 360. ^ Holt 1995, hlm. 38. ^ a b Qīṭāz 2007, hlm. 788. ^ a b al-Ziriklī 2002, hlm. 316. ^ al-Ziriklī 2002, hlm. 317. ^ a b Ibn Khaldūn 1988, hlm. 501. ^ al-ʻUmarī 2002, hlm. 528. ^ Ibn Battuta 1997, hlm. 413. ^ a b Ibn Khaldūn 1988, hlm. 502. ^ a b al-ʻAsqalānī 1969, hlm. 350. ^ Petersen 1996, hlm. 272. ^ a b Çelebi 1834, hlm. 93. ^ Winter 2010, hlm. 43. ^ Winter 2010, hlm. 48. ^ a b Harris 2012, hlm. 103. ^ Byliński 1995, hlm. 146. ^ Peters 1910, hlm. 933. ^ Kennedy & Riley 2004, hlm. 143. ^ a b c d e Grainger 2013, hlm. 228. ^ a b Qaddūrī 2000, hlm. 38. ^ Qaddūrī 2000, hlm. 40. ^ Neep 2012, hlm. 28. ^ Neep 2012, hlm. 142. ^ a b Darke 2010, hlm. 257. ^ Stoneman 1994, hlm. 12. ^ Drijvers 1976, hlm. 4. ^ a b Moubayed 2012, hlm. 46. ^ Watson 2003, hlm. 80. ^ Cave 2012, hlm. 55. ^ a b c d Holmes 2013. ^ Mackay 2015. ^ McGirk 2015. ^ Shaheen 2015. ^ Loveluck 2015. ^ Saul 2015. ^ Carissimo 2015. ^ Withnall 2015. ^ Plets 2017, hlm. 18. ^ Gambino 2016. ^ Makieh 2016. ^ Williams 2016. ^ Dearden 2017.


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "keterangan", tapi tidak ditemukan tag <references group="keterangan"/> yang berkaitan

Photographies by:
Zones
Statistics: Position
1413
Statistics: Rank
86480

Tambah komentar baru

Esta pregunta es para comprobar si usted es un visitante humano y prevenir envíos de spam automatizado.

Keamanan
726984153Click/tap this sequence: 6397

Google street view

Where can you sleep near Tadmur ?

Booking.com
489.216 visits in total, 9.196 Points of interest, 404 Destinations, 43 visits today.